Pajak Karyawan Ikut Domisili Mulai 2026: Panduan Lengkap Memahami Aturan Baru Sebuah perubahan fundamental dalam sistem perpajakan Indonesia akan segera tiba. Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, telah memastikan bahwa skema baru Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Karyawan Berdasarkan Domisili Akan Berlaku 2026.
Kebijakan ini akan mengubah cara pembagian hasil Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, dari yang sebelumnya berbasis lokasi perusahaan menjadi berbasis alamat tinggal karyawan.
Langkah ini disebut sebagai upaya mewujudkan keadilan fiskal antar daerah, namun juga memunculkan berbagai pertanyaan dan potensi tantangan.
Artikel ini akan menjadi panduan lengkap untuk memahami apa arti kebijakan ini, mengapa ini penting, serta dampaknya bagi pengusaha, karyawan, dan pemerintah daerah.
Table Of Contents
Memahami Sistem Saat Ini
Selama ini, mekanisme DBH PPh Pasal 21 mengacu pada lokasi perusahaan atau pemberi kerja yang melakukan pemotongan pajak. Artinya, jika sebuah perusahaan besar berkantor pusat di Jakarta, maka seluruh PPh 21 dari ribuan karyawannya akan tercatat dan dibagihasilkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, meskipun banyak dari karyawan tersebut tinggal di kota-kota penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi.
Sistem ini secara tidak langsung menciptakan konsentrasi penerimaan pajak di kota-kota besar tempat banyak perusahaan terdaftar.
Akibatnya, daerah-daerah yang menjadi tempat tinggal para pekerja di mana mereka menggunakan fasilitas umum seperti jalan, sekolah, dan layanan kesehatan justru tidak menerima porsi yang sepadan dari pajak penghasilan warganya.
BACA JUGA: Laba Himbara H1/2025: BMRI Unggul Tipis dari BBRI, Siapa Jawara?
Skema Baru 2026: Pajak Karyawan Ikut Domisili
Mulai tahun 2026, alur ini akan diubah total. DBH PPh Pasal 21 akan dialokasikan ke pemerintah daerah sesuai dengan domisili atau alamat terdaftar (KTP) masing-masing karyawan.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, telah mengonfirmasi bahwa pemerintah sedang dalam tahap finalisasi dan pemetaan skema ini. “Sedang dikerjakan. Kita lagi me-mapping [memetakan] PPh 21 berbasis kepada domisili. [Targetnya] untuk 2026,” jelasnya di Kompleks Parlemen Senayan pada 21 September 2025.
Sebagai contoh sederhana:
- Sebuah perusahaan teknologi di Jakarta Pusat memiliki 500 karyawan.
- 200 karyawan berdomisili di Jakarta.
- 150 karyawan berdomisili di Kota Bekasi.
- 100 karyawan berdomisili di Kabupaten Bogor.
- 50 karyawan berdomisili di Kota Tangerang Selatan.
Dengan skema baru, porsi DBH PPh 21 dari 300 karyawan yang tinggal di luar Jakarta akan dialirkan langsung ke kas pemerintah daerah Bekasi, Bogor, dan Tangerang Selatan, bukan lagi terpusat seluruhnya di Jakarta.
1. Keadilan Distributif dan Pemerataan
Menurut Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia, Prianto Budi Saptono, tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mencapai keadilan distributif. Asas ini berfokus pada bagaimana kekayaan dan beban didistribusikan secara adil di antara anggota masyarakat untuk menyeimbangkan kesenjangan.
Dengan mengalirkan dana pajak ke daerah domisili pekerja, pemerintah berharap dapat:
- Mengurangi Kesenjangan Fiskal: Daerah penyangga dan daerah lain di luar pusat bisnis akan mendapatkan sumber pendapatan baru yang signifikan.
- Meningkatkan Kualitas Layanan Publik: Pemerintah daerah dapat menggunakan dana tambahan ini untuk memperbaiki infrastruktur dan layanan publik yang dinikmati langsung oleh warganya.
- Mewujudkan Pemerataan Pembangunan: Distribusi dana yang lebih merata diharapkan dapat memacu pembangunan di berbagai wilayah, tidak hanya terpusat di kota besar.
2. Potensi Tantangan dan Kritik
Meskipun tujuannya mulia, kebijakan ini tidak luput dari kritik dan potensi tantangan. Fajry Akbar, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), menyoroti beberapa risiko yang perlu diantisipasi:
- Potensi Diskriminasi Perekrutan: Ada kekhawatiran perusahaan akan lebih memilih untuk merekrut karyawan yang berdomisili di kota yang sama dengan lokasi perusahaan untuk menyederhanakan administrasi perpajakan.
- Kompleksitas Administratif: Pemerintah dan perusahaan akan memerlukan sistem data kependudukan dan pelaporan pajak yang sangat akurat dan terintegrasi untuk memastikan alokasi berjalan lancar.
- Dampak Terbatas: Sebagian pengamat menilai bahwa manfaat terbesar dari skema ini hanya akan dirasakan oleh daerah penyangga kota besar (seperti Jabodetabek). Kebijakan ini mungkin belum sepenuhnya mengatasi ketimpangan fundamental antara Pulau Jawa dengan luar Jawa atau antara Indonesia bagian barat dan timur.
3. Apa Dampaknya Bagi Anda?
- Bagi Pengusaha dan CEO: Anda perlu mempersiapkan sistem administrasi SDM dan penggajian untuk dapat melaporkan PPh 21 berdasarkan domisili karyawan secara akurat. Kebijakan ini mungkin juga akan menjadi pertimbangan baru dalam strategi rekrutmen di masa depan.
- Bagi Karyawan: Secara nominal, jumlah pajak penghasilan yang Anda bayarkan tidak akan berubah. Namun, secara tidak langsung, Anda berpotensi menikmati kualitas layanan publik yang lebih baik di daerah tempat tinggal Anda karena peningkatan anggaran pendapatan daerah.
- Bagi Mahasiswa dan Akademisi: Ini adalah studi kasus yang menarik mengenai kebijakan fiskal, desentralisasi, dan upaya pemerataan pembangunan di Indonesia yang patut untuk dikaji lebih dalam.
BACA JUGA: Tax Amnesty Jilid III: Siapa Dalang di Balik Prolegnas?
Penutup
Kebijakan Dana Bagi Hasil Pajak Karyawan Berdasarkan Domisili yang akan berlaku pada 2026 adalah sebuah terobosan signifikan dalam tata kelola keuangan negara. Ini adalah langkah berani untuk mendistribusikan “kue” pembangunan secara lebih adil ke seluruh pelosok negeri.
Meskipun diiringi dengan potensi manfaat besar untuk pemerataan, keberhasilannya akan sangat bergantung pada kesiapan teknis pemerintah dalam mengelola data, serta mitigasi terhadap risiko-risiko seperti potensi diskriminasi dan kompleksitas administrasi.
Bagi seluruh pemangku kepentingan, dua tahun ke depan adalah waktu krusial untuk bersiap menyambut era baru dalam pembagian hasil pajak di Indonesia.