IHSG Anjlok 1,28% Usai Prabowo Reshuffle Menteri Keuangan. Guncangan di Lantai Bursa: Reshuffle Kabinet Prabowo Picu Aksi Jual, IHSG Terkoreksi Tajam Pasar modal Indonesia diguncang oleh berita tak terduga pada penutupan perdagangan, Senin, 8 September 2025.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sepanjang hari bergerak di zona hijau, tiba-tiba berbalik arah dan anjlok secara signifikan. Pelemahan drastis ini terjadi sesaat setelah Istana Negara mengumumkan perombakan atau reshuffle Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto, dengan pergantian Menteri Keuangan menjadi sorotan utama.
IHSG ditutup merosot 100,49 poin atau setara 1,28 persen ke level 7.766. Reaksi pasar ini menunjukkan adanya sentimen negatif dan kekhawatiran investor terhadap perubahan mendadak di pucuk pimpinan kementerian strategis bidang ekonomi. Guncangan ini sekaligus mengakhiri tren positif yang sempat terbangun sejak pagi, menandakan betapa sensitifnya pasar terhadap stabilitas politik dan kebijakan ekonomi.
Table Of Contents
IHSG Dari Zona Hijau ke Merah
Sebelum pengumuman reshuffle, tidak ada tanda-tanda bahwa IHSG akan ditutup dengan rapor merah. Sebaliknya, pasar dibuka dengan optimisme dan sempat menguat sebesar 61,71 poin (0,78 persen) ke posisi 7.929,06 di awal perdagangan. Bahkan, pada penutupan sesi I, indeks masih kokoh bertengger di level 7.912,94, naik 0,58 persen.
Namun, situasi berbalik 180 derajat sekitar pukul 15.30 WIB. Tepat setelah Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengumumkan susunan kabinet baru, tekanan jual masif langsung menghantam lantai bursa. Dalam sekejap, IHSG tergelincir dari zona positif ke teritori negatif dan terus meluncur hingga penutupan.
Data perdagangan mencatat gambaran pasar yang pesimistis: sebanyak 451 saham mengalami pelemahan, jauh lebih banyak dibandingkan 232 saham yang berhasil menguat, sementara 121 saham lainnya stagnan. Nilai transaksi yang terjadi sepanjang hari terbilang sangat besar, mencapai Rp 20,15 triliun dari 36,65 miliar lembar saham yang diperdagangkan dalam lebih dari 2,23 juta kali transaksi. Angka ini mengindikasikan kepanikan investor yang memilih untuk merealisasikan keuntungan atau mengurangi risiko portofolio mereka.
BACA JUGA: 10 Perusahaan Antre IPO, BEI Kejar Kualitas Lighthouse
Reshuffle Kepergian Sri Mulyani dan Arah Kebijakan Fiskal

Fokus utama pasar tertuju pada pergantian di pos Kementerian Keuangan. Kepergian Sri Mulyani Indrawati, figur yang selama ini dianggap sebagai penjamin stabilitas dan kredibilitas fiskal Indonesia di mata dunia, menjadi katalisator utama kejatuhan IHSG. Menurut Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, dinamika pergantian Menteri Keuangan adalah penyebab langsung yang membuat IHSG terjun bebas.
Selain Menteri Keuangan, Presiden Prabowo juga merombak empat pos kementerian lainnya:
- Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam)
- Menteri Koperasi
- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora)
- Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI)
Pemerintah juga mengumumkan pembentukan kementerian baru, yaitu Kementerian Haji dan Umrah. “Pertimbangannya adalah evaluasi yang terus-menerus dilakukan oleh Presiden,” ujar Mensesneg Prasetyo Hadi di Istana Negara.
Meskipun perombakan terjadi di beberapa pos, reaksi pasar menegaskan bahwa posisi Menteri Keuangan adalah jangkar kepercayaan investor. Pergantian ini menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) mengenai arah kebijakan fiskal ke depan, keberlanjutan reformasi, serta strategi pengelolaan utang negara.
BACA JUGA: Analisis Saham UOB Sept 2025: Potensi BBCA, BRMS, ARCI
Antara Risiko Jangka Pendek dan Peluang Jangka Panjang
Reaksi negatif pasar merupakan respons jangka pendek yang wajar. Investor cenderung “menjual terlebih dahulu dan bertanya kemudian” ketika dihadapkan pada perubahan besar yang tidak terduga. Namun, di tengah sentimen negatif ini, beberapa analis melihat adanya peluang perbaikan di masa depan, tergantung pada langkah-langkah yang akan diambil oleh menteri keuangan yang baru.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai bahwa pergantian ini bisa menjadi momentum positif jika diikuti oleh penerapan kebijakan fiskal yang lebih berkeadilan. Menurutnya, ada lima agenda mendesak yang harus menjadi prioritas menteri baru:
- Kebijakan Pajak Berkeadilan: Menerapkan kebijakan yang lebih pro-rakyat, seperti menurunkan tarif PPN kembali ke 8 persen, menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan memberlakukan pajak kekayaan bagi kelompok super kaya.
- Efisiensi Anggaran: Melakukan efisiensi belanja negara secara transparan tanpa mengorbankan kualitas layanan publik dan pembangunan infrastruktur esensial.
- Restrukturisasi Utang: Mencari skema inovatif untuk menekan beban bunga utang, seperti melalui debt swap for nature atau debt swap for energy transition.
- Reformasi Internal Kemenkeu: Membenahi tata kelola internal, termasuk mencopot pejabat yang rangkap jabatan di BUMN untuk mencegah konflik kepentingan.
- Evaluasi Insentif Fiskal: Melakukan audit transparan terhadap perusahaan penerima fasilitas tax holiday dan tax allowance untuk memastikan insentif tersebut benar-benar memberikan manfaat bagi negara.
Pandangan ini menyiratkan bahwa meskipun pasar bereaksi negatif saat ini, pintu menuju pemulihan kepercayaan tetap terbuka lebar. Kuncinya terletak pada kemampuan menteri keuangan yang baru untuk segera mengkomunikasikan visi kebijakannya yang kredibel, transparan, dan berpihak pada stabilitas ekonomi jangka panjang.
BACA JUGA: September Effect Asing Lepas Saham BBCA Rp4,29 Triliun Sepekan
Penutup
Anjloknya IHSG sebesar 1,28 persen adalah cerminan langsung dari kekhawatiran dan ketidakpastian investor pasca-reshuffle kabinet oleh Presiden Prabowo Subianto. Pergantian Menteri Keuangan menjadi episentrum dari gejolak ini, memicu aksi jual masif di pasar saham.
Kini, semua mata tertuju pada sosok menteri keuangan yang baru. Langkah-langkah awal dan kebijakan yang akan diumumkannya dalam waktu dekat akan menjadi penentu apakah kepercayaan pasar dapat segera pulih, atau apakah IHSG akan memasuki periode volatilitas yang lebih panjang.