RINGKASAN
- Danantara Kaji Skema Pembayaran Utang LRT: BPI Danantara secara aktif meninjau skema pembayaran utang LRT Jabodebek Rp2,2 triliun oleh KAI kepada Adhi Karya untuk memastikan skema tersebut “proper” dan tidak membebani kondisi keuangan KAI.
- KAI Ditunjuk Sebagai Pembayar: PT KAI ditugaskan untuk melunasi sisa utang proyek LRT, dengan pendanaan yang kemungkinan besar berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) atau subsidi pemerintah, bukan dari kas operasional murni.
- Dampak Positif Bagi Adhi Karya: Pelunasan utang ini akan secara signifikan meningkatkan likuiditas dan menurunkan rasio utang PT Adhi Karya, memperkuat modal kerja perusahaan untuk proyek-proyek masa depan.
- Konteks Proyek LRT Jabodebek: Utang Rp2,2 triliun merupakan bagian dari total biaya proyek LRT Jabodebek yang mencapai Rp32,5 triliun, sebuah proyek strategis nasional yang didanai pemerintah melalui beberapa peraturan presiden.
- Target Penyelesaian Akhir 2025: Proses diskusi antara Kementerian Keuangan, Danantara, KAI, dan Adhi Karya terus berlangsung dengan target penyelesaian pembayaran paling cepat pada akhir tahun 2025.
Utang LRT Rp2,2 T Dibayar KAI, Danantara Kaji Skemanya. Babak baru dalam penyelesaian proyek strategis nasional LRT Jabodebek dimulai. PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI ditugaskan untuk melunasi sisa utang pembangunan senilai Rp2,2 triliun kepada PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI). Namun, proses ini tidak berjalan begitu saja. Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara turun tangan untuk memastikan skema pembayaran tidak membebani keuangan KAI dan menjaga kesehatan ekosistem BUMN secara keseluruhan.
Langkah ini menjadi sorotan utama, mengingat nilai proyek yang fantastis dan melibatkan tiga entitas besar negara. Bagaimana Danantara akan mengawal proses ini, dan apa dampaknya bagi KAI serta Adhi Karya?
Table Of Contents
Danantara, Menjaga KAI Tetap Sehat
Di tengah kepastian pembayaran yang melegakan bagi Adhi Karya, BPI Danantara mengambil posisi sebagai pengawas yang cermat. Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menegaskan bahwa pihaknya akan mengkaji secara mendalam skema pembayaran utang LRT tersebut.
“Nanti akan saya cek polanya, tentunya harusnya skemanya harus proper, harus benar, karena harus memastikan bahwa setiap perusahaan menjadi sehat,” ujar Dony Oskaria di Jakarta, Senin (29/9/2025).
Pernyataan ini menggarisbawahi fungsi utama Danantara sebagai lembaga yang tidak hanya berfokus pada investasi, tetapi juga pada penjagaan stabilitas keuangan BUMN. Kekhawatiran utamanya adalah jangan sampai pembayaran utang ini justru menciptakan masalah baru bagi KAI, yang juga memiliki tanggung jawab operasional dan finansial yang besar.
Kajian yang dilakukan Danantara akan mencakup analisis sumber pendanaan yang akan digunakan KAI. Dua opsi utama yang mengemuka adalah melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) atau subsidi langsung dari pemerintah. Dengan skema ini, beban tidak sepenuhnya ditanggung oleh kas internal KAI, melainkan didukung oleh negara. Tujuannya jelas: KAI bisa menunaikan kewajiban tanpa mengorbankan kesehatan finansial jangka panjangnya.
Adhi Karya (ADHI)
Di sisi lain, bagi Adhi Karya selaku kontraktor utama proyek, kepastian pembayaran ini adalah angin segar yang telah lama dinantikan. Direktur Utama Adhi Karya, Entus Asnawi, sebelumnya menyatakan bahwa Kementerian Keuangan telah memberikan lampu hijau bahwa pembayaran piutang akan dialihkan melalui KAI.
Penyelesaian piutang sebesar Rp2,2 triliun ini akan berdampak signifikan pada neraca keuangan ADHI. Direktur Keuangan Adhi Karya, Bani Iqbal, menyebut bahwa piutang proyek LRT merupakan salah satu komponen piutang terbesar perusahaan. Dengan cairnya dana ini, ADHI dapat memperkuat modal kerja dan menurunkan rasio utangnya secara signifikan.
“Tanpa ini pun, pada 2024 kita sudah menurunkan utang ke supplier sekitar Rp4 triliun dan utang ke perbankan sekitar Rp2,4 triliun, jadi cukup baik. Kalau ini cair, utang bisa lebih turun lagi,” jelas Entus dalam Public Expose Live pada Senin (8/9/2025).
Likuiditas yang lebih sehat akan memberikan Adhi Karya ruang gerak yang lebih leluasa untuk mengerjakan proyek-proyek infrastruktur lainnya di masa depan. Proses diskusi intensif antara Kementerian Keuangan, KAI, Adhi Karya, dan Danantara terus berjalan, dengan target penyelesaian paling cepat pada akhir tahun 2025.
Kilas Balik Proyek Raksasa LRT Jabodebek
Untuk memahami konteks utang ini, penting untuk melihat skala masif dari proyek LRT Jabodebek. Pembangunan tahap pertama yang membentang sepanjang 44 kilometer ini secara keseluruhan menghabiskan anggaran hingga Rp32,5 triliun.
Proyek ini awalnya didanai oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2015. Dalam aturan tersebut, pemerintah mengalokasikan dana PMN sebesar Rp23,3 triliun dari total nilai kontrak awal.
Namun, seiring berjalannya proyek, kebutuhan pengembangan muncul. Melalui Perpres Nomor 65 Tahun 2016, penugasan kepada Adhi Karya diperluas. Dari yang semula hanya membangun jalur layang, stasiun, dan fasilitas operasi, ADHI juga ditugaskan untuk membangun depo LRT. Penambahan lingkup pekerjaan inilah yang turut berkontribusi pada total biaya proyek yang membengkak. Sisa pembayaran Rp2,2 triliun ini menjadi bagian akhir dari keseluruhan kewajiban yang harus diselesaikan.
Penutup
Penyelesaian utang proyek LRT Jabodebek senilai Rp2,2 triliun oleh KAI kepada Adhi Karya menjadi contoh nyata kompleksitas pengelolaan proyek infrastruktur skala besar. Keterlibatan Danantara sebagai lembaga pengkaji skema pembayaran menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan setiap langkah korporasi BUMN diambil dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik.
Meskipun pembayaran ini adalah sebuah kepastian, caranya menjadi kunci. Dengan skema yang tepat, baik melalui PMN maupun subsidi, Adhi Karya dapat menerima haknya dan memperbaiki kinerja keuangannya, sementara KAI dapat menjalankan tugasnya tanpa terganggu stabilitas finansialnya. Pada akhirnya, sinergi yang sehat antar BUMN menjadi fondasi bagi keberlanjutan pembangunan infrastruktur nasional.